Bijogneo Home
Jika anda berada di lantai dasar dan ingin naik ke lantai teratas gedung yang tingginya 508 meter, dan tiba disana hanya dalam waktu kurang dari satu menit, saat ini hanya bisa terjadi di The Taipei Financial Center. Lift gedung ini mempunyai kecepatan maksimum..
FOKUS
Fiksi - Langkah
1 2 3 4 5 6 7
Bagi kebanyakan orang aktivitas olahraga mulai menurun menjelang dan di usia 50-an. Padahal secara logika semakin usia lanjut kita semakin perlu menjaga aktivitas pergerakan otot, sendi-sendi tulang, konstruksi dan kesehatan peralatan tubuh bagian dalam...

Halaman

Foto: Hasil pencarian dari Google
Seirama hingar-bingar musik perpanduan antara Hip Hop, Rap, dan House, model-model cantik di atas catwalk itu berhenti melangkah, beberapa saat diam berpose bukan hanya memamer keindahan tubuhnya tetapi juga berpose seakan menatap layar cell phone yang digenggamnya. Dengan high heel nya gerak langkah model-model ini terlihat dinamis, di beberapa bagian terlihat mereka berakting saling berpelukan dan tertawa seakan mewakili kaum feminim profesional yang aktif dan moderen.

Seiring masuknya si model terakhir  ke balik panggung, DJ yang ada di bagian kiri depan terlihat menyetarakan beat musik, me-mixing antara musik yang sedang dimainkan dengan intro musik dalam video yang mulai ditayangkan. Cahaya dalam ruangan diredupkan.  Seketika pengunjung tersentak dan seluruh mata takjub ketika secara bersamaan tayangan video komersial memperkenalkan BlackBerry versi terbaru muncul di enam layar lebar yang tersebar merata mengelilingi Hall Convention Center. Video itu memperlihatkan kecanggihan cell phone yang mampu mengsinkronisasi ke frekuensi gelombang otak pemiliknya. Cell phone ini memanfaatkan teknologi nano pada saat otorisasi pertama, yaitu scanning pada pola frekuensi gelombang otak dalam bentuk bar code yang selalu unik bagi setiap orang. Dengan teknologi ini, operasi pada cell phone dapat dilakukan dengan perintah yang cukup dipikirkan saja tanpa perlu menyentuh cell phone nya, termasuk juga dalam membatalkan hak kepemilikan atau menghapus identifikasi frekuensi gelombang otak si pemilik yang ada dalam cell phone. Serangkaian tayangan selanjutnya memperlihatkan bagaimana screen cell phone menayangkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam kecepatan tinggi, serta cell phone yang hanya dapat diaktifkan dan digunakan oleh pemiliknya saja.
“BlackBerry Brain sebuah lompatan kuantum ke era pejelajahan bumi-bumi baru…” sebuah pesan penutup yang sarat dengan pengertian bahasa ilmiah menegaskan manusia telah masuk dalam era teknologi tinggi super canggih.
*                     *                         *
Vadya meninggalkan Fortuner-nya di basement. Dengan setengah berlari dia melangkah lurus ke arah lift khusus yang ada di pojok kiri basement. Setelah sampai di depan lift, dia menatap lurus ke arah kamera yang tepat ada di bagian atasnya. Dia menghitung sepuluh detik dalam hati, sebagai jeda sebelum meletakkan telapak tangan kanannya di lingkaran metal pengidentifikasi yang ada di sebelah kanan lift.

Bersamaan dengan hitungan ke sepuluh Vadya meletakkan telapak tangan kanannya pada lingkaran metal itu. Terlihat segaris cahaya biru bergerak turun-naik men-scanning telapak tangannya. Vadya lebih merapatkan lagi telapaknya, disaat yang sama lingkaran cahaya hijau menyala pada metal itu. Lift terbuka. Di dalam lift, Vadya menekan salah satu tombol yang ada di sebelah kanan pintu yang bertuliskan Teknologi. Lift itu hanya bergerak ke bawah. Ada enam lantai lagi di bawah basement itu. Masing-masing lantai ditempati oleh Deputi Bidang yang berbeda.

Di tengah suara desingan lift yang bergerak cepat, sesaat Vadya merasakan beban berat di kepalanya. Trauma masa lalunya terkadang muncul disaat-saat ia tengah menghadapi situasi kritis. Serangkaian ingatan masa lalunya di peristiwa Mei 1998 tiba-tiba tertayangkan. Suara desingan lift itu bak desingan peluru-peluru yang lewat di dekat telinganya. Waktu menjelang malam, di hari ketiga demonstrasi itu, polisi anti huru-hara melakukan desakan dan serbuan brutal, menyebabkan mahasiswa dan massa demonstran lari cerai-berai berlindung di gedung-gedung sekitar Jalan S Parman. Vadya dan kelompoknya terlihat bertahan memasang badan menghadang pasukan polisi bertameng itu.  Tiba-tiba saja Vadya tersungkur persis di sisi jalan dan trotoar. Hantaman keras benda tumpul di kepalanya membuat ia  tak sadarkan diri. Beberapa saat kemudian Vadya tersadar ketika merasakan nyeri di kepala, paha kiri dan bahu kanannya. Bersamaan dengan itu desingan peluru tajam masih terus terdengar di sekitar kepalanya. Ia mencoba melihat disekitarnya, segalanya nampak buram. Ia mencoba membersihkan wajah dan matanya yang terasa basah dengan tangan kirinya, beberapa saat ia merasa lega dapat melihat dan memperjelas pandangannya. Ia lalu memandang telapak tangannya, basah oleh lekat merah darah. Ia mencoba meraba bagian kepalanya yang terasa sakit, tapi ia urungkan niat itu ketika mendengar desingan peluru semakin menjadi-jadi. Masih dalam keadaan tersungkur dan tiarap, dia kemudian memperhatikan tubuh-tubuh yang bergelimpangan di sekitarnya.  Sebagian yang di dekatnya adalah beberapa teman dari kelompoknya tadi, mereka tersungkur dan tidak sadarkan diri. Suara langkah lari sekelompok demonstran di trotoar di sampingnya terdengar sangat jelas. Beberapa saat kemudian dia merasakan ada tangan yang berusaha untuk cepat mengangkatnya.

“Kamu bisa mendengar…?” dengan napas tersenggal-senggal seorang mahasiswa menegur sambil menepuk-nepuk bahunya. Vadya mengangguk pelan… “OK aku akan mengang…” suara tersenggal-senggal itu tiba-tiba berhenti bersamaan dengan ambruknya tubuh mahasiswa itu menindih punggung Vadya. Tubuh itu tergeletak diam dan  terasa berat. Vadya merasakan punggungnya mulai basah oleh aliran darah dari dada mahasiswa itu. Tiba-tiba ia merasakan keheningan, sunyi dan tatapannya menjadi kabur kemudian perlahan-lahan berubah menjadi gelap dan hitam seluruhnya….


Selanjutnya ---->
Di dalam  kegelapan itu, sesekali ia mendengar suara sayup-sayup perintah untuk mengangkat tubuh-tubuh mereka ke atas truk. Terakhir kali yang ia ingat adalah rasa melayang di udara saat tubuhnya dilemparkan dan rasa sesak di dada saat tubuhnya mendarat di atas tumpukan tubuh-tubuh yang lain. Setelah itu segalanya menjadi gelap dan ia tidak mendengar apa-apa lagi.

Hari ke tujuh Vadya masih terbaring koma di salah satu ruang VIP di RS Pertamina. Suara langkah-langkah sepatu yang terdengar sayup-sayup membentuk irama suara orang yang seakan sedang memanggil-manggil namanya. Irama itu terkesan monoton, mengusik dan menimbulkan getaran halus di gendang telinga. Pada satu intensitas tertinggi, irama itu tiba-tiba saja menggetarkan dan menembus gendang telinganya. Penembusan itu seperti usaha menyelipkan partikel bebas yang menembus jaringan otak. Hanya dalam hitungan sepersekian detik,  seakan ada partikel bebas yang melakukan beberapa manufer pada sejumlah neuron-neuron di korteks otak. Untuk sesaat grafik di layar monitor Elektro Ensefalo Grafi yang terletak di samping kanan tempat tidur, yang menampilkan pola gelombang-gelombang listrik otaknya, nampak berfluktuasi menimbulkan simpangan yang tidak beraturan. Fluktuasi ini terjadi beberapa kali sebagai pertanda transisi dari pola frekuensi otak fase tidur nyenyak ke frekuensi otak fase sadar. Vadya tersentak perlahan dari ketidaksadarannya. Ia membuka matanya perlahan, yang terlihat hanyalah bayangan putih kabur memblur tanpa fokus. Ia mencoba menggelengkan kepala dan memainkan kelopak matanya, pada kenyataannya dia tetap tidak bergerak sedikitpun dan padangannya tetap kabur. Ia kemudian mendesah panjang. Desahan itu mengejutkan seluruh tamu penjenguk yang ada dalam ruangan. Desahan panjangnya yang menandakan ia telah sadar diperkuat dengan tampilan pola gelombang otak fase sadar yang stabil di layar monitor Elektro Ensefalo Grafi. Ibunya yang dengan sabar menemaninya  sejak hari pertama, datang yang pertama memeluknya. Titik-titik air mata kedua wanita itu saling beradu menyatu dalam keterpaduan cinta kasih di tengah kehangatan pelukan yang tulus, penuh kerinduan setelah hari-hari terakhir terpisah di alam yang berbeda. Semua terlihat lega dan meyakini masa pemulihan Vadya akan cepat berlalu.

Vadya teringat tiga bulan lama pemulihannya di rumah sakit itu. Di hari terakhir saat ia sedang bersiap-siap meninggalkan ruang rumah sakit, seorang wanita setengah baya berpostur ramping, cantik dalam penampilannya yang modis,  masuk ke ruangan Vadya.

“Hai Vadya, panggil saja saya Rima…” sapa wanita itu, “Apa kabar…?”  lanjutnya sambil menjulurkan tangan kanannya.

“Jauh lebih baik..” mereka kemudian bersalaman.

Dengan senyum keramahan, wanita itu menyodorkan beberapa lembar kertas bukti penyelesaian pembayaran seluruh biaya rumah sakit yang seluruhnya ditanggung oleh Sekretariat Negara. Vadya mencantumkan parafnya pada tempat-tempat sesuai yang ditunjukkan oleh wanita itu.

“Satu lagi, yang ini perlu ditanda-tangani di atas materai” Rima meletakkan lembaran itu di atas meja sambil menunjuk bagian tempat Vadya menanda-tangani.  Vadya melirik sekilas kepala surat itu.

“Saya perlu dibacakan isi suratnya..” kata Vadya datar.

“Intinya anda diminta menanda-tangani kesepakatan untuk tidak melakukan penuntutan kepada semua pihak yang terdaftar dalam surat ini dan tidak terbatas pada yang terkait langsung atau pun tidak langsung yang telah menimbulkan kerugian fisik, mental dan sebagainya sebagaimana yang telah anda alami”.

“Saya perlu berkonsultasi dengan pengacara keluarga saya dulu…”

“Kita tidak punya banyak waktu…” Rima memotong “Kami telah membaca semua data-data dokumen pribadi kamu, termasuk meneliti kegiatan-kegiatan di luar perkuliahanmu, kami menyimpulkan tugas negara berikut ini akan sangat cocok untuk kelanjutan hidup kamu mendatang. Negara memberikan beasiswa untuk kamu melanjutkan studi di Massachusetts Institute of Technology sesuai dengan spesialisasi teknologi komunikasi yang tengah kamu dalami saat ini. ” Rima berbicara panjang menatap mata Vadya tajam, kemudian melangkah ke pintu ruangan dan menguncinya dari dalam, kemudian kembali mendekati Vadya.

“Lebih lanjut kamu telah diangkat secara sepihak oleh Negara sebagai agen BIN dengan kode panggil Nuri Hijau”.

“Saya perlu waktu memikirkannya…”

“Tidak ada waktu. Semua ini bersifat sangat rahasia. Kami tidak ingin kamu membicarakannya dengan siapapun. Jika kamu menolak artinya pembicaraan ini tidak pernah terjadi…”

Selanjutnyua ----- >
Tidak pernah terjadi…. sangat rahasia… dua kalimat itu berulang mengiang-ngiang dibenaknya.  Sesaat kemudian pintu lift terbuka, geseran pintu itu menimbulkan bunyi yang mengejutkan Vadya dari lamunannya. Wajah Vadya terlihat lelah ketika melangkah keluar lift di lantai Deputi Bidang Teknologi (Deputi V). Deputi ini berada lima lantai di bawah basement, merupakan lantai yang paling populer di mata penghuni gedung mengingat di tengah-tengah lantai ini terdapat ruang kontrol operasi berdinding kaca kedap suara dan sarat dengan peralatan berteknologi mutakhir. Ruang ini layaknya jantung manusia, beroperasi selama 24 jam memantau, menerima dan mengolah informasi  baik dari seluruh penjuru dalam dan luar negeri. Agen-agen BIN yang ada di dalam ruang kontrol ini merupakan pilihan yang awalnya direkrut dari berbagai disiplin ilmu, dengan berkemampuan fisik, mental dan intelektual terbaik.

Ruang kontrol yang berbentuk lingkaran dengan luas hampir setengah lapangan bola itu, terhubung langsung dengan lantai di atasnya yang ditempati Deputi Bidang Luar Negeri (Deputi I), Deputi Bidang Dalam Negeri (Deputi II) dan Deputi Bidang Pengolahan dan Produksi (Deputi IV). Penghubung itu berupa tiga sisipan lantai melingkar dan tangga-tangganya. Setiap sisipan ditempatkan 10 sampai 15 perangkat keras sistem pengawasan yang masing-masing  dioperasikan oleh satu atau dua agen. Seluruh sistem ini menghadap ke sebuah layar LCD raksasa yang berdiri melingkar sepanjang tiga puluh meter dan tinggi lima meter. Tergantung kepentingannya, layar LCD ini bisa dibagi ke beberapa bagian untuk menampilkan pengawasan yang sedang difokuskan.

- * * * -

BMW hitam yang tengah menembus kepadatan lalu-lintas di Sudirman itu terlihat berbelok memutar ke kiri di Semanggi, kemudian bergerak lurus di Jalan Gatot Subroto. Tidak berapa lama kemudian mobil itu berjalan perlahan di samping kendaraan-kendaraan yang sengaja diparkir di tepi jalan. Di depan Graha BIP, pria itu membelokkan kendaraannya. Dari kejauhan, sebelum tiba di depan lobi gedung itu, dia memperhatikan sepintas beberapa wanita yang sedang berdiri di sana. Matanya kemudian tertuju pada seseorang yang sangat dikenalnya.

Di depan lobi, pria itu menggunakan jasa Valet untuk memarkirkan kendaraannya. Ia turun dari kendaraan dan melangkah langsung menemui wanita yang dikenalnya itu. Wanita itu ternyata juga telah memperhatikan sejak mobilnya terlihat bergerak ke depan lobi.

“Maaf, aku tidak menjawab teleponmu tadi…” kata pria itu. Wanita itu hanya  memandang tajam sambil agak mengernyitkan mata kanannya. Pria itu membalas tatapan matanya santai, lalu menggigit pelan bibirnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya  mengikuti beat musik house yang mulai terdengar dari dalam gedung.

“Ayo Bram, dia sudah menunggu, kita tidak punya banyak waktu” wanita itu menggandeng lengan Bram masuk ke Graha BIP. Di dalam lobi, ditengah kerasnya suara musik house, terlihat banyak pengunjung. Sebagian dari mereka membentuk kelompok-kelompok kecil larut dalam obrolan menimbulkan suara bergemuruh, dan sebagian lagi sedang antri membayar cover charge dan pemeriksaan keamanan sebelum masuk ke dalam Diskotik dan Retoran Dragon Fly yang berada tepat di bagian kanan. Mereka tidak ikut mengantri, tetapi menggunakan akses masuk lain yang ada di bagian kiri dan nampak dijaga ketat oleh empat sekuriti berbadan kekar yang terkesan berasal dari Indonesia bagian timur. Keempat sekuriti itu terlihat langsung menutup jalan yang akan mereka lalui. Di depan keempat sekuriti berpakaian safari hitam itu, wanita itu memperlihat kartu namanya yang diambil dari dalam tas genggamnya. Salah satu sekuriti yang terkesan sebagai pemimpin, mengambil kartu nama itu.

“Rani Bich…, oh maaf maksudku Rich…” sekuriti itu membaca kartu namanya, tersenyum agak sinis dan  menatap tajam bergantian ke mereka berdua. Rani menghela napas panjang mendengar kesalahan membaca yang terkesan sangat disengaja itu.

“Silahkan…, ikuti saya…” Pimpinan sekuriti itu mengangkat lengan kiri dengan jari-jarinya memberi kode untuk mengikutinya. Ketiga sekuriti yang lain lantas berdiri menyamping membukakan jalan. Masuk melalui akses itu mereka berjalan langsung ke arah toilet di bagian samping kanan podium DJ. Diantara kepadatan pengunjung dan hingar-bingar musik, terlihat gerak mereka yang agak terhambat. Di pojok deretan toilet pria, telihat satu pintu khusus yang dijaga oleh dua sekuriti berbadan tegap dan lebih terkesan kaku dari yang lain. Di depan pintu itu tertulis VVIP Only. Pimpinan sekuriti itu lalu memberikan kode dengan tangannya kepada kedua penjaga pintu dan keduanya langsung membukakan pintu untuk mereka.

“Maaf, kami perlu memeriksa kalian sebentar…” kata sekuriti penjaga pintu yang terlihat memiliki postur lebih tinggi.

“Jaga tanganmu..!” Rani berkata lantang sambil menepis tangan sekuriti itu saat mulai memeriksa bagian pinggang dan pahanya. Rani lalu mengeluarkan senjata genggamnya yang ada di balik jaket kulitnya, memastikannya terkunci dan menyerahkannya pada sekuriti itu. Bram juga kemudian melakukan hal yang sama.

Di balik pintu itu terlihat ruangan dengan tata cahaya remang-remang, kedap suara dari kebisingan diskotik. Ada beberapa sekuriti lain tengah beristirahat di sofa, namun terlihat tetap siaga. Sofa-sofa itu terletak di samping tangga yang menuju ke ruang kontrol diskotik. Diikuti kedua tamunya, pimpinan sekuriti itu berjalan menaiki tangga yang berbentuk setengah melingkar. Tiba di lantai atas, mereka terus berjalan mengikuti gang yang didisain memutari ruang yang ada di sebelah kirinya. Tiba di depan ruang kontrol, pintu terbuka secara otomatis. Ruang itu terbagi dua. Salah satunya merupakan ruang kontrol dengan dilengkapi perangkat keras moderen. Di dalam ruang kontrol itu terlihat beberapa teknisi penata lampu, sound system, serta layar LCD dan komputer pengendali kamera-kamera pengawas. Ruang kontrol yang lain terkesan sebagai ruang pengawas eksekutif dengan layar lebar LCD di sepanjang dinding belakangnya, yang menampilkan seluruh gambar pengunjung diskotik dari berbagai sudut. Sementara dinding yang menghadap ke diskotik berupa dinding kaca satu arah saja. Dari ruang kontrol yang  satu ini seluruh aktivitas di dalam dan diluar diskotik, dapat terlihat secara jelas.

“Silahkan tunggu disini sebentar…” kata pimpinan sekuriti itu.

Selanjutnya ------ >

Berakhirnya tayangan video di enam layar lebar ditandai dengan gemuruh tepuk tangan dan meningkatnya intensitas penerangan di dalam Hall Convention Center. Diantara kerumunan pengunjung yang tengah menikmati hidangan lezat pemecah kekakuan, di salah satu sudut hall itu, dua pria berpenampilan kelas atas nampak jelas dilindungi keamanannya oleh beberapa body guard yang mengitarinya. Dari kejauhan kedua pria ini terlihat tengah terlibat dalam percakapan serius. Beberapa meter di kanan-kiri mereka, dua pemuda yang sejak awal acara sudah mengamati mereka, berusaha berdiri dekat dalam radius jangkauan alat penyadap yang menempel di tubuh mereka. Kedua pemuda itu terkesan pengunjung biasa. Meski sebenarnya keduanya adalah pemuda terlatih yang tengah terlibat dalam operasi pengintaian. Dalam pengintaian ini, mereka bersikap disiplin mengikuti gerak-gerak standar dalam prosedur untuk saling melindungi satu sama lain. Dalam kode-kode tertentu mereka bergerak memutari objek, bergantian  mengawasi situasi bahaya dari belakang kawan dan disaat yang sama juga mewaspadai gerak-gerik objek termasuk gerak-gerik body guard yang ada di seputar mereka.

“Bagaimana dengan paket terakhir?” tanya pria berpostur gemuk pendek  yang terlihat seperti keturunan dari Asia Utara sambil memandang tajam ke pria di sebelahnya.

“Sudah tiba, butuh waktu 5 jam untuk seluruh proses implantasinya, diperkirakan besok pagi akan  dikirim ke gudang anda” jawab pria berpostur atletis sambil balas memamandang dengan ekspresi meyakinkan.

“Baiklah,  artinya kita tetap ada dalam jadwal distribusi….”

“Ya…, tapi perlu diingat Tan, saat distribusi, cell phone itu harus benar-benar diterima langsung oleh setiap anggota eksekutif dan legislatif..”

“Jangan kuatir, distribusi akan dimulai besok pagi, semua perencanaan akan dilaksanakan sesuai prosedur yang telah kita sepakati..” Tan berusaha meyakinkan si pria atletis itu.

“Kami akan mengamati distribusi itu dalam 48 jam ke depan. Setelah seluruh userID diaktivasi, dan dapat kami yakini dari  pusat pengendali kami, kita akan bertemu kembali terkait pembicaraan tentang pembagian kepentingan..”

“Saya tidak menjanjikan lebih dari kesepakatan kita, Mr. Brata…” Tan bersikap diplomatis. Brata hanya meliriknya sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya pada sosok pemuda yang berdiri beberapa meter disampingnya. Sebagai pemain dalam sindikat international ia sudah terlatih dengan gerak-gerik bahasa tubuh yang mencurigakan. Brata melangkah ke kanan mendekati pemuda yang terlihat membelakanginya. Perubahan situasi ini membuat pemuda yang satunya bertindak sigap dengan menekan tombol yang ada pada cincin di jari tengahnya. Tombol itu mengaktifkan gerakan mekanis dalam kotak kecil hitam yang direkatkan di punggung, menyebabkan sengatan kejut halus pada rekan yang membelakanginya. Saat itu pula pemuda yang ada di kanan membalik dengan tiba-tiba, menabrak dan menumpahkan  minumannya ke kemeja Brata.

 Akibat tabrakan itu, tubuhnya tampak oleng, disaat yang sama tangan kirinya bergerak cepat meraih benda persegi dari saku kiri dalam jas Brata. Tanpa sempat disadari siapapun, ia menjatuhkan benda itu tepat  di atas sepatu kanannya. Gerakan tangannya tergolong cepat dan oleng tubuhnya terlihat natural. Sesaat pemuda itu masih tetap terlihat oleng ketika melangkahkan kaki kanannya. Dengan gerakan itu ia sekaligus mendorong benda yang ada di atas sepatunya meluncur di atas lantai marmer ke arah rekannya yang tepat berada beberapa meter di depannya. Hanya dalam hitungan detik pula, diluar perkiraan semua orang, rekannya menjatuhkan brosur produk  yang digenggamnya tepat di atas benda itu, ia lalu memungut dan menyimpan benda itu di saku celananya.

Tabrakan tiba-tiba itu membuat Brata terkejut, ia mencoba menghindar namun sia-sia. Jaraknya begitu dekat dengan pemuda itu. Ditengah pusat perhatian pengunjung sekitarnya, ketika pemuda itu terlihat oleng, Brata tampak sibuk mengebas-ngebaskan tangan di kemeja dan jasnya. Wajahnya memerah dan basah terkena percikan minuman. Ia nampak geram melihat kemeja putih dan jas kremnya yang basah dan bernoda merah oleh tumpahan red wine dari gelas pemuda itu. Di saat yang sama, hanya dalam hitungan detik, sebagian pengawal pribadinya bergerak cepat membentuk formasi melindunginya dan sebagian lagi terlihat mencoba mendorong pemuda itu…

“Wah… maaf pak…!” ucap pemuda itu dengan sikap merasa bersalah, sementara pengawal pribadi Brata terus berusaha mendorongnya… “..ada yang bisa saya lakukan pak..?” ucapnya lagi sambil mencoba membantu mengelap kemeja Brata..

“Jangan sentuh…, kamu pergi saja sebelum saya berubah pikiran…” Brata berkata datar dengan menatap tajam sambil mengangkat kedua tangannya ke atas, lalu melapkannya di kedua bahu pemuda itu. Pengawalnya lantas mengiring pemuda itu ke pintu lobi Hall Convention Center lalu mendorongnya jauh-jauh keluar. Sementara itu, tanpa menimbulkan tanda-tanda yang mencurigakan rekannya terus mengikuti dan membayangi dari sisi kiri gerak rombongan pengawal itu. Setelah mengamati situasi aman ia lalu mendekati rekannya.

“Boleh juga gerakanmu tadi….” puji anak muda yang mendekati sambil menepuk bahu rekannya..

“Ah itu hanya salah satu jurus dari Drunken Master yang aku improvisasi sedikit….” balasnya sambil tersenyum lebar..”apa yang kita dapat?”

“BlackBerry Brain Master….”

“Sudah disterilkan..?”

Cell phone ini memiliki tiga security block, yang dua ada dalam jangkauan teknologi markas utama kita dan telah mereka sterilkan, yang terakhir belum terpecahkan…”

“Artinya ia masih tetap dapat terlacak…, hem.. kita tidak mungkin terus membawanya”

“Tepat, ayo kita menjauh dulu dari sini…”  ajak anak muda yang menyimpan cell phone itu. Baru beberapa langkah mereka bergerak menjauhi lobi, terdengar suara motor besar Yamaha Virago 750 cc bergerak cukup cepat mendekati dan berhenti mendadak dengan suara ban berdecit tepat di samping mereka.

Selanjutnya ------ >